YPPNL — Pelaksanaan ibadah haji 1445 H/2024 M diprediksi suhu mencapai antara 40-50 sehingga sangat panas. Untuk itu, Jemaah haji diharapkan dapat memroteksi diri agar fisik tetap bugar saat pelaksanaan puncak ibadah haji di Arafah.
Pelaksanaan ibadah haji tahun ini di samping menghadapi cuaca panas, juga tempat “mabit” di Muzdalifah sangat terbatas. Berdasarkan tempat yang sangat limit itu, maka Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menerapkan “mabit” dengan cara “murur” di Muzdalifah. Kebijakan ini diambil sebagai ikhtiar untuk menjaga keselamatan jiwa Jemaah haji.
Mungkin sebagian pembaca ada yang belum paham istilah “mabit” dengan cara “murur” di Muzdalifah. Secara linguistik, kata “mabit” berasal dari akar kata bahasa Arab “baata – yabiitu” yang berarti ‘bermalam’. Sedangkan kata “murur” berasal dari akar kata bahasa Arab “marroro – yumarriru” yang berarti ‘lewat, atau “perjalanan”. Secara istilah, kata “mabit” adalah bermalam di Muzdalifah setelah pelaksanaan wukuf di Arafah. Karena tempat “mabit” di Muzdalifah sangat terbatas, maka “mabit” dilaksanakan dengan cara “murur”. Secara istilah “murur” adalah setelah wukuf di Arafah jemaah haji Indonesia melanjutkan perjalanan menuju Mina, saat melewati Muzdalifah, para jemaah tidak turun (tetap di dalam bus), lalu bus melanjutkan perjalanan sampai tujuan.
Dengan kata lain, “murur” dapat dimaknai bermalam (mabit) di dalam bus saat berada (lewat) di Muzdalifah. Kebijakan ini diambil untuk menghindari hal-hal buruk demi menjaga keselamatan jiwa Jemaah haji. Bermalam dengan cara “murur” hajinya tetap sah sehingga tidak perlu membayar dam. (Tubiyono, 10/6/24)