YPPNL — Allah SWT menciptakan manusia bukan tunggal, melainkan beragam. Adanya keberagaman itu agar manusia saling mengenal satu sama lain. Saling mengenal atau saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga tumbuh kemitraan secara sehat, rasional, adil, “win-win” diharapkan tercipta keseimbangan. Kemitraan sehat bertumpu pada nilai ketaatan (ketakwaan) kepada Allah SWT (QS, Al Hujurat: 13). Nilai ketakwaan salah satunya adalah wahtisaban, mengkalkulasi dari berbagai perspektif, mempertimbangkan yang lemah tanpa melupakan yang kuat.
Pelajaran berharga dapat dipetik dari relasi antara Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Berdasarkan berbagai portal berita misal: finansial.bisnis.com; bisnis.tempo.co; kompas.com; emitennews.com dan dari berbagai media sosial menginformasikan bahwa PP Muhammadiyah menarik dan mengalihkan dana simpanan serta pembiayaan dari BSI. Penarikan dan pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah dari BSI tersebut tentu mengejutkan dan memunculkan kata tanya beragam.
Berdasarkan berbagai portal berita dan media sosial, penempatan dana (relatif besar) PP Muhammadiyah dalam satu lembaga keuangan syariah dapat menimbulkan risiko konsetrasi. Sementara banyak lembaga keuangan syariah lainnya masih relatif terbatas penempatan dana dari PP Muhammadiyah sehingga bisa menimbulkan kompetisi kurang sehat.
Berkaitan dengan kebijakan PP Muhammadiyah, BSI merespon dengan berupaya menjadi bank modern, inklusif untuk melayani seluruh masyarakat dengan mengedepankan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, kolaborasi dengan berbagai mitra strategis perlu dikembangkan dalam peningkatan ekonomi umat.
Berbagai pertimbangan yang disampaikan oleh PP Muhammadiyah dalam menarik dan memindahkan simpanan dari BSI ke bank syariah lain adalah hal biasa atas dasar rasional objektif. Di pihak lain, respon BSI berkomitmen untuk melayani seluruh masyarakat dengan mengedepankan prinsip-prinsip syariah. Jadi, jika diperhatikan keputusan PP Muhammadiyah dan respon BSI secara semantik lokusi tidak ada masalah. Sedangkan secara semantik ilokusi (tersembunyi) tidak dapat dideskripsikan secara lengkap, kecuali ada studi lebih mendalam dan komprehensif.
Secara subtansi kemitraan (bisnis) yang sehat sebaiknya “li ta’arofu” saling mengenal, saling memahami dengan pondasi takwa (QS, Al Hujurat: 13), salah satunya adalah mengkalkulasi dari berbagai perspektif sehingga tercipta kemitraan yang adil dan imbang. Kemitraan yang sehat tidak hanya tampak secara formal di permukaan, tetapi juga saling mengenal makna terdalam, tersembunyi antara dua pihak yang bermitra. (Tubiyono, 8/6/24)