YPP Nurullatif

YPPNL — “Kolobendu” merupakan produk ramalan Prabu Jayabaya, Raja Kediri yang memerintah pada abad ke-12 sangat melegenda di lingkungan Nusantara, utamanya masyarakat Jawa. “kolobendu” berasal dari dua kata “kolo” dan “bendu”. Kata “kolo” berarti ‘waktu’, ‘masa’, ‘zaman’, ‘pereode’ dan “bendu” dapat diartikan ‘hukuman’, ‘siksaan’, ‘laknat’ karena ulah manusia.

“Kolobendu” digambarkan masa penuh konflik atau ketegangan internal dipicu oleh berbagai komponen bangsa sarat dengan sifat manipulatif. Sifat manipulatif mudah dicermati dalam kehidupan sehari-hari di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Nilai-nilai luhur, mulia, utama yang bersumber dari kitab suci Al-Quran terabaikan. Nilai-nilai etis bersumber dari kitab suci adalah sebuah imperatif perlu diimplementasikan dalam ranah keluarga, masyarakat, budaya, dan negara. Jika nilai etis imperatif diingkari dan ditinggalkan, maka akan datang suatu masa bernama “kolobendu”.

Strategi menghindari kolobendu adalah semua komponen bangsa secara horisontol dan vertikal harus berperilaku jujur tidak mencampuradukkan antara benar dan salah tidak menutupi fakta-fakta sebenarnya, padahal dirinya tahu tentangnya (Al-Baqoroh: 42). Hal-hal eksplisit dapat dibaca antara lain mundurnya ketua dan wakil OIKN, kasus kematian Vina di Cirebon, relasi antara PP Muhammadiyah dan Bank Syariah Indonesia (BSI), dan masih banyak lagi yang lain. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa harus punya nyali untuk “self evaluation” secara menyeluruh.

Selain itu, untuk memitigasi kolobendu seluruh komponen bangsa menyadari atas janji-janji yang diikrarkan atas nama Alloh SWT, Tuhan seru sekalian alam, harus diwujudkan secara personal dan lembaga di lingkup internal sesuai dengan kapasitasnya. Seluruh komponen bangsa juga secara istiqomah berperilaku yang seharusnya diimplementasikan dan tidak merusak kehidupan sosial, budaya, dan alam sekitar (Al-Ro’d:25).

Walhasil, kolobendu merupakan situasi yang tidak kita inginkan karena banyak korban, ada banyak kesulitan sandang, pangan, papan. Tidak ada rasa aman, nyaman, harmoni karena satu sama lain saling curiga, saling menutupi, dan saling mengaburkan antara benar dan salah. Semoga renungan ini bisa menjadi bahan pengingat diri agar jauh dari kolobendu. (Tubiyono, 25/6/24)