YPP Nurullatif

YPPNL — Awal Januari 2025, publik tercengang dengan adanya fenomena pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten (www.kompas.com). Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid pun telah mengonfirmasi bahwa area pagar laut di Tangerang sudah memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Adanya fenomena pagar laut misterius, Kementerian ATR/BPN bakal melakukan investigasi.

Fenomena pagar laut misterius tersebut, mendapat perhatian luas melalui media cetak, media sosial, dan digital. Selanjutnya, Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) Ill Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto mengatakan, pembongkaran pagar laut di Tangerang dilakukan atas perintah langsung Presiden Prabowo Subianto. “Perintah secara langsung Presiden melalui Kepala Staf Angkatan Laut yang utama,” ucapnya dikutip dari Kompas.com, Minggu (19/1/2025).

Ada berbagai argumentasi disampaikan masing-masing yang pro dan kontra atas fenomena pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten. Secara logika, pagar laut dengan material bambu sepanjang 30,16 km, tentu memerlukan biaya sangat tinggi. Siapa pun yang bersedia mengeluarkan dana yang tidak sedikit, pada umumnya didasari oleh motivasi tertentu. Motivasi itu berkalkulasi sebagai capital gain dalam kurun waktu yang telah diperhitungkan.

Konstruksi fenomena pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, kelihatan logis karena untuk menjaga pantai agar tidak terjadi abrasi dan peningkatan nilai ekonomi nelayan. Apalagi dikaitkan dengan logika bisnis, antara capital loss dan capital gain. Logika tersebut perlu dikaji lebih lanjut berdasarkan data dan fakta yang berakurasi tinggi. Karena dalam berlogika dapat terjadi salah nalar (logical fallacies) dampaknya pernyataan menjadi salah. Risiko salah nalar mengakibatkan masyarakat terhambat untuk memperoleh kebenaran substansial. Keterbatasan berargumentasi dan keterbatasan berpikir kritis dapat menjadi perangkap masyarakat dimanipulasi dengan memutarbalikkan fakta (tubiyono.com, 14/2/24).

Terkait pagar laut yang membuat heboh dalam Masyarakat, ada hal yang menarik apakah pantas jika ada orang menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik (https://tafsirweb.com/7874-surat-fatir-ayat-8). Deskripsi tersebut mengingatkan ungkapan dalam kultur Jawa “dandang diarani kontul”, subtansinya hal buruk berwarna “dandang (hitam)” dikatakan baik berwarna “kontul (putih)”. Jika hal ini terjadi dapat dikatakan pemutarbalikan fakta sehingga kebenaran tak tampak di permukaan. (Tubiyono, 25/1/ 25)