YPP Nurullatif

YPPNL – Ketimpangan sosial ekonomi dalam masyarakat sangat nyata di depan mata. Untuk mengatasi ketimpangan itu, utamanya fakir miskin, dan anak yatim, Islam menyerukan kepada umatnya agar memiliki penguasaan “science capital” atau ilmu pengetahuan.

Bagaimana mungkin individu atau kolektif muslim yang lemah  “science capital” dapat membantu kepada sesamanya? Oleh karena itu, menjadi individu muslim harus kuat iman, kuat ilmu, dan kuat harta. Kuncinya adalah penguasaan “science capital”  agar dapat membatu individu yang lemah atau tidak beruntung secara ekonomi. 

Sejak empat belas abad yang lalu, Islam menyerukan penguasaan “science capital”, penguasaan ilmu pengetahuan. Seruan penguasaan “science capital” bagi umat Islam ditandai turunnya wahyu Al Quran pertama kali di Gua Hira, yaitu QS Al ‘Alaq: 1-5. Secara subtansial, ayat 1-5 tersebut agar umat Islam memiliki literasi tingkat tinggi untuk menguasai ilmu pengetahuan. 

Wahyu yang pertama kali turun sebagai pembeda dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang dengan revolusi mental “iqra” ‘bacalah’. Jadi, dengan aktivitas membaca dan menulis (literasi) sebagai instrumen penguasaan “science capital”. Dalam hal ini umat muslim diberikan kesempatan merenung, muchasabah atas kejadian (penciptaan) manusia, “sangkan paraning dumadi”. Tidak hanya itu, adanya kompetensi literasi, manusia dapat mengakui betapa tinggi dan mulianya Allah SWT yang telah mencipta dan mendidik baca tulis dengan (qolam/pena). Adanya kesadaran literasi (baca -tulis) akan terkuak “science” ilmu pengetahuan yang akan meningkatkan kesejahteraan umat. 

Penguasaan “science capital” berhubungan dengan umat muslim sebagai “human capital”. Oleh karena itu, menjadi sebuah kewajiban seorang muslim untuk mencari ilmu dengan “research”. Sumber daya manusia yang sadar haus ilmu akan selalu mengadakan survei, kajian, dan penelitian untuk menemukan inovasi baru. 

Temuan-temuan baru yang diamalkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari akan bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, negara, dan agama. Singkat kata, sebagai umat muslim harus menyadari pentingnya penguasaan “science capital” dan “human capital”. Penguasaan dua macam kapital tersebut akan menghasilkan nilai tambah secara progresif dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Ibaratnya untuk mencapai taraf kesejateraan umat muslim tidak hanya berjalan/berlari, tetapi memakai eskalator/lif. (Tubiyono, 28/3/24)