YPP Nurullatif

YPPNL — Adalah Ibrahim AS dan Ismail AS sebagai “history never dies” karena jasa perbuatan baik, keikhlasan, kesabaran, kecintaan, pengurbanan, ketakwaan, dan keimanannya kepada Allah SWT dapat dijadikan pedoman hidup bagi umat muslim. Usia bisa terbatas setelah dijemput maut. Tetapi, jasa perbuatan baik, amal sholih, jejak langkah monumental menjadi narasi historis tidak akan pernah mati dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kenabian/kerasulan Ibrahim AS dan Ismail AS tidak perlu diragukan dan tidak perlu dibeda-bedakan dengan nabi/rasul lainnya, “Sami’na wa atho’na”, kami mendengar dan kami taat (QS, al Baqarah: 285). Oleh karena itu,  tulisan ini merupakan penegasan untuk meneladani Ibrahim AS dan Ismail AS yang dapat dikatatakan “history never dies”. 

Ada beberapa fakta historis naratif yang dapat dijadikan dasar mengapa Ibrahim AS dan Ismail AS sebagai “history never dies”. Fakta historis naratif yang dimaksud antara lain:

(1) Narasi qauliah tentang Ibrahim AS dan Ismail AS tersebar dalam kandungan Al-Quran. Misalnya, narasi berupa dialog Ibrahim AS dengan putera tercinta Ismail AS tentang penyembelihan kurban berdasarkan mimpi (QS, al-Saffat: 102). Selain itu, ada fakta verbal bahwa Ibrahim AS diabadikan dalam bentuk pujian (QS, al-Saffat: 108) yang terintegrasi dengan kegiatan ibadah ritual dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya;
(2) “Landmark” merupakan fakta historis, jejak langkah monumental yang selalu dikunjungi jemaah haji dan umrah dari seluruh penjuru dunia. Jejak langkah berupa “landmark” antara lain: ka’bah, hijir ismail, bukit safa -marwa, dan sebagainya;
(3) Bukti kenabian/kerasulan yaitu salah satu mukjizat yang sangat popular adalah tubuh Ibrahim AS tak terbakar oleh api yang membara;
(4) Bahwa Ibrahim AS yang bisa menaklukkan tokoh antagonis yang sangat sombong yaitu Namrud, seorang raja takabur, sangat berkuasa, berkarakter “adigang adigung adiguna” sampai mengaku dirinya sebagai tuhan. Ibrahim AS kalahkan Namrud, tokoh antagonis, dapat menjadi sumber ingatan kolektif;
(5) Nama Ibrahim AS dan keluarga masuk dalam pujian atau doa (tasyahud akhir) ketika umat muslim menjalankan sholat wajib dan sholat sunah.

Deskripsi di atas dapat dijadikan catatan penting dan alat pengingat bagi generasi sekarang dan masa depan. Dengan harapan kita bisa membuat sejarah yang selalu diingat oleh generasi berikutnya (dzuriyah). Catatan penting itu adalah (a) bahwa relasi secara vertikal kepada Allah SWT harus kuat dan (b) relasi horisontal kepada sesama makhluk hendaknya berproses secara harmonis.

Secara sosio-kultural, nilai-nilai keilahian (vertikal) dan nilai humanitas (horisontal) dapat dipadukan secara sempurna. Paduan nilai keilahian dan nilai humanitas bagaikan “manunggaling kawula gusti”, kesabaran dan ketaatan Ibrahim AS dan Ismail AS dalam menghadapi ujian berupa pengurbanan adalah bukti nyata. Oleh karena itu, “innalloha ma’as shobirin”, sungguh Allah SWT bersama orang yang sabar (QS, al-Baqarah: 153). Nilai-nilai tersebut berlanjut dengan proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi sehingga menjadi produk budaya yang tak pernah lapuk karena hujan, tak lekang karena panas. Proses enkulturasi berjalan secara sistematis pada komunitas muslim sehingga tercipta narasi “history never dies”. (Tubiyono, 3/6/24)